Blog /

Apa yang Harus Anda Lakukan Saat Melihat Tindakan Bullying?

Tahukah Anda bahwa terdapat 3,5 juta orang di Indonesia merupakan korban bullying dan sebanyak 81%  adalah siswa di sekolah (Amalee, 2016). Sampai saat ini, pada tahun 2023, isu bullying atau perundungan masih marak terjadi di Indonesia khususnya pada kurun waktu akhir September hingga awal Oktober. Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Cilacap, Jawa Tengah di mana dua siswa SMP terlibat kasus bullying secara fisik. 

Menurut riset Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) terdapat 23 kali kasus perundungan dari Januari-September 2023. Lebih dalamnya, secara statistik untuk sebaran jumlah kasus paling tinggi ada di jenjang SMP sebesar 50%. Sementara itu, SD mencapai 23%, SMA sejumlah 13,5%, dan SMK 13%.

Berdasarkan data tersebut, isu bullying telah menjadi fokus utama Kemendikbud RI sebagai bagian dari upaya melawan tiga dosa besar bersama isu intoleransi dan kekerasan seksual. Terlebih lagi, bullying yang terjadi pada 2023 seringkali berdampak pada kalangan anak-anak hingga remaja di lingkungan sekolah. 

PeaceGen percaya perlu adanya inisiatif lokal untuk menyelesaikan isu bullying dengan pendekatan resiliensi komunitas yang melibatkan siswa, guru-guru, orang tua, dan masyarakat umum. Artinya, upaya mencegah bullying adalah tugas bersama bukan perorangan, apalagi hanya melibatkan anak-anak atau remaja yang terlibat dalam kasusnya saja.

    Adanya bullying juga tidak terlepas dengan fenomena sosial geng-gengan. Hal ini erat kaitannya dengan konsep perilaku kelompok yang tidak sesuai norma masyarakat yang disebut dengan acting lawless crowds. Kerumunan yang bersifat emosional yang mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik (ada aksi) yang berlawanan dengan sosial (Types of Collective Behavior, 2016). 

Baca juga: Kabar Baik dari Indonesia

Terlebih lagi, menurut survey angket PeaceGen pada 169 siswa SMP, 77% di antaranya pernah, kadang-kadang bahkan sering, merasa terganggu dengan keberadaan geng-geng, terutama yang ada di sekolah. Sedangkan 92% merasa tersisihkan dengan adanya geng-gengan di sekolah. (Amalee & Lincoln, 2022)

Ada tiga peran penting dalam bullying yakni pelaku, korban, dan penonton. Pelaku bullying sebagaimana istilah itu menjelaskan dirinya sendiri adalah aktor pelaku yang melancarkan aksi bullying baik itu fisik maupun verbal. Pelaku punya kekuatan, status sosial, maupun jaringan pertemanan yang kuat. Salah satu poin yang masyarakat mungkin tidak ketahui adalah pembully bisa saja dahulunya korban. Pembully juga dinilai rendah perilaku pro-sosial serta kurang bahkan tidak memiliki nilai empati pada orang lain (Widianti, 2019). 

Peristiwa kelam yang terjadi pada pelaku menjadi alasan untuk melampiaskan bullying pada korban. Oleh karena itu, karena pembully juga korban, kita harus menyayangi mereka dengan kasih sayang yang sama dan bantu mereka mendapatkan kebahagiaan dengan cara yang benar.

Tindakan yang dilakukan oleh pelaku ini berdampak pada korban bullying, mereka adalah kelompok minoritas yang memiliki status sosial, etnis, bahasa, dan karakteristik berbeda dari orang lain pada umumnya. Perbedaan yang dimiliki oleh korban ini membuatnya menonjol dan mudah disasar oleh pembully. 

Terakhir adalah penonton, aktor yang paling penting dalam mengakhiri tindakan bullying. Mereka seringkali bagian dari kelompok mayoritas di lingkungan sekolah. Terdapat dua jenis penonton dalam aksi bullying yaitu: suporter dan mereka yang diam dan tidak berani melawan pembully.

Apa Jadinya Kalau Semua Jadi Bystanders?

Sama seperti kasus bullying di Cilacap di mana ada pelaku dengan korban (satu orang menganiaya satu orang lain) ditonton oleh banyak siswa lain, dapat dilihat bahwa penonton di sini sifatnya hanya bystanders saja yang tidak menolong atau memberitahu bahwa pelaku itu salah. 

Mengubah penonton jadi aktor yang beraksi lawan bullying adalah elemen penting yang perlu disebarluaskan. Mengajak anak-anak dan remaja di lingkungan sekolah untuk berani melapor, mengatakan, hingga mengingatkan bahwa tindakan pembully itu salah dapat membuka jalan untuk rekonsiliasi. 

Baca juga: PeaceGen Wakili Indonesia di HLPF (Berbagi Pengalaman Sukses Ajarkan Damai dengan Media Kreatif)

Dengan memahami ragam peranan atau aktor di dalam siklus bullying harapannya dapat membantu siswa, guru-guru, dan orangtua merumuskan tindakan yang tepat untuk mengakhiri kekerasan terhadap korban-korban.

Lalu, bagaimana jika Anda terlibat dalam tindakan bullying, baik itu menjadi pelaku, korban, dan penonton? PeaceGen memiliki modul dan training Happy Tanpa Bully. Melalui training ini, siswa, guru, orang, tua akan belajar bagaimana cegah bully lewat cara yang seru. 

Kami percaya media kreatif dan pembelajaran bersifat pengalaman adalah cara asik belajar cegah bullying. Tertarik untuk merasakan pengalaman tersebut? Yuk cegah bullying bersama kami dengan menghubungi surel [email protected]



Referensi:

Amalee, I. (2016). Happy Tanpa Bully, Panduan Anti Bully untuk Siswa, Guru, dan Orang Tua. Masterpeace. 

Amalee, I., & Lincoln, E. (2022). 12 Nilai Dasar Perdamaian. PeaceGeneration Indonesia. 

Baca juga: SHIFT: Kolaborasi Antar Generasi Dalam Meningkatkan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Widianti, W. (2019). Mengenal perilaku bullying di sekolah. Islamic Counseling: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 3(1), 55. https://doi.org/10.29240/jbk.v3i1.801  

Jo, B., & Putsanra, D. V. (2023, October 3). Data Kasus bullying Terbaru 2023 Dari Cilacap Hingga Balikpapan. tirto.id. https://tirto.id/kasus-bullying-terbaru-2023-dari-cilacap-hingga-balikpapan-gQCM 

University of Minnesota Libraries Publishing. (2016, April 8). Types of Collective Behavior. Sociology. https://open.lib.umn.edu/sociology/chapter/21-1-types-of-collective-behavior/ 

Bagikan

Konten Terkait