Cross-Country Learning Event JISRA: Membangun Perdamaian dan Keamanan Digital

Kota Bandung yang kaya akan sejarah Konferensi Asia-Afrika 1955 baru-baru ini menjadi tuan rumah Acara Pembelajaran Lintas Negara tentang Pemuda, Keamanan Digital, dan Hak Asasi Manusia. Difasilitasi oleh PeaceGeneration Indonesia (PeaceGen) dan diselenggarakan oleh JISRA. Acara ini mempertemukan peserta dari berbagai negara untuk terlibat dalam pembelajaran berbasis pengalaman yang berfokus pada penanaman perdamaian dan pemikiran kritis di era digital.

Pada Selasa, 9 September 2025, hari pertama dipenuhi dengan kegiatan yang dirancang untuk meruntuhkan prasangka, mempromosikan empati, dan membekali para peserta dengan perangkat praktis untuk pembangunan perdamaian.

Acara ini dimulai dengan penghormatan terhadap peran bersejarah Bandung. Sambutan hangat diberikan oleh tuan rumah Irfan Amali (Co-Founder PeaceGen) yang secara resmi membuka acara dengan menyoroti tiga prinsip kunci dari Dasasila Bandung yang sangat selaras dengan tema hari itu:

Kemudian beliau memperkenalkan misi PeaceGen yang sudah berdiri selama 17 tahun dari kolaborasi lintas budaya untuk mempromosikan 12 Nilai Dasar Perdamaian.

Permainan Koko-Kiki: Mengalami dan Mengatasi Prasangka 

Inti dari sesi pagi di hari pertama Pembelajaran Lintas Negara ini adalah pengalaman interaktif yang membuka mata melalui penggunaan Nilai Dasar Perdamaian yang pertama: Penghakiman (Judgment).

Peserta dibagi menjadi dua kelompok secara acak Suku Kiki (Asia) dan Suku Koko (Afrika) untuk memainkan "Permainan Koko-Kiki." Satu kelompok diberi batasan (Diam dan menjaga jarak) kemudia kelompok lain memberikan penilaian negatif misalnya, "Tidak sopan," "Membosankan," "Jahat," "Terlalu berisik," "Mengganggu," dan "Suka menghakimi".

Tujuan dari Permainan Koko-Kiki ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran umum, bahwa prasangka itu berasal dari kurangnya informasi.  Menurut Irfan Amali prasangka adalah "Keputusan untuk menghakimi seseorang tanpa mengenalnya."

Di sesi berikutnya, peserta didorong untuk secara metaforis mengenakan "Kacamata ekstra" alat tak terlihat untuk berhenti sejenak, berpikir lebih dalam, dan melihat orang lain secara berbeda, menggantikan prasangka dengan toleransi dan empati.

Konsep ini semakin diperkuat dengan adanya latihan visual yang menunjukkan bagaimana gambar-gambar yang tidak lengkap (Seorang wanita memegang tali, Pangeran William mengangkat jari-jarinya) dapat disalahartikan jika hadir tanpa konteks penuh atau sudut pandang yang berbeda. Hal ini menekankan pentingnya konteks. 

Mengatasi Keamanan Digital dengan Narrative Framing

Pada sesi ini, peserta diajak untuk menghubungkan gagasan prasangka dengan keamanan digital dan membahasnya dengan Narrative Framing. PeaceGen berfokus pada pengajaran pemikiran kritis kepada kaum muda untuk mengatasi narasi dan prasangka yang merugikan. Kemudian hal ini diikuti oleh para peserta yang berbagi kisah pribadi.

Kolaborasi dan Manajemen Konflik Melalui Permainan

Sesi sore beralih ke aplikasi praktis, di mana kelompok-kelompok menggunakan permainan papan kooperatif untuk menjelajahi 12 Nilai Dasar Perdamaian. Permainan ini dirancang untuk menyoroti pentingnya kerja sama di atas kompetisi.  Mengingatkan peserta bahwa kolaborasi yang strategis dan bijaksana adalah kunci menuju keberhasilan bersama. 

Baca juga: Gamifikasi menjadi Pencerahan Media Kreatif bagi Trainer Kemenag RI dalam Pelatihan Pencegahan Kekerasan di Sekolah

"Dunia ini cukup untuk semua orang, tetapi tidak cukup untuk satu orang yang serakah."

Diskusi kemudian beralih ke manajemen konflik, menekankan tiga fakta kunci:

  • Semua orang menghadapi konflik

  • Konflik adalah peluang untuk tumbuh

  • Reaksi kita menentukan hasil

Irfan Amali menutup sesi dengan memberikan dua misi: selalu memakai "kacamata ekstra" dan mengingat menggunakan tiga cara damai untuk mendekati konflik.

Memperdalam Hubungan: Refleksi Kreatif dan Pertukaran Budaya

Acara di hari pertama diakhiri dengan momen-momen koneksi yang kuat:

  • Refleksi Kreatif: Peserta terlibat dalam metode refleksi unik yang melibatkan penjurnalan dan kolaborasi menggambar serta diskusi di berbagai meja. Metode ini mendorong peserta untuk membuka wawasan yang mendalam dan bermakna tentang pekerjaan dan aspirasi mereka. Poin-poin penting dari diskusi ini berpusat pada kebutuhan vital akan kolaborasi, dukungan finansial, empati, pemikiran kritis, dan nilai-nilai bersama untuk mendorong perubahan global.

  • Cultural Night: Peserta dari Kenya, Irak, Filipina, Nigeria, Kongo, dan berbagai daerah di Indonesia menampilkan lagu, tarian, pakaian tradisional, seni bela diri, dan cerita. Pertunjukan di sesi penutupan ini berjudul "Bhinneka Tunggal Ika" (Unity in Diversity). Dengan sempurna merangkum semangat sepanjang hari. Sebuah perayaan kemanusiaan bersama di tengah semua perbedaan budaya.

    Baca juga: Kolaborasi dan Komitmen Bersama dalam Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di Provinsi Jawa Barat

Poin Kunci untuk Pembangunan Perdamaian dan Literasi Digital

Acara Pembelajaran Lintas Negara ini berhasil menunjukkan pendekatan inovatif dan berbasis pengalaman dari PeaceGen (Aktivitas, Refleksi, Konseptualisasi, Aplikasi - ARKA) terhadap pendidikan perdamaian. 

  • Pemikiran Kritis adalah Kunci Keamanan Digital: Memahami narrative framing dan secara aktif memahami konteks adalah pertahanan terbaik terhadap prasangka dan radikalisasi di ranah digital.
  • Empati Meruntuhkan Tembok Prasangka: Menggunakan "Kacamata ekstra" dapat mengubah prasangka menjadi toleransi dan pemahaman yang lebih dalam.

  • Kerja Sama adalah Strategi Utama: Tantangan global, seperti konflik dan ancaman digital, membutuhkan upaya kolektif, strategis yang didorong oleh nilai-nilai bersama.

Apakah Anda tertarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang 12 Nilai Dasar Perdamaian ke dalam program pengembangan organisasi Anda?

Hubungi [email protected]!

Bagikan