Dari Keprihatinan Pribadi Menjadi Kolaborasi Lintas Agama: Kisah Raka Wisnu dan Tunas Harmoni Mataram

I Gusti Raka Bagus Wisnu Raditya atau hangat disapa Raka, seorang pemuda Hindu yang tumbuh besar di ibu kota Nusa Tenggara Barat, Mataram. Selain aktif menjadi mahasiswa Hukum, ia merupakan anggota Perhimpunan Pemuda Hindu Mataram.

Sebagai koordinator divisi organisasi, ia berperan penting dalam perancangan strategi untuk menjangkau dan mengembangkan kapasitas pemuda Hindu NTB. Dari sinilah ceritanya bermula, ketika Raka bersama rekan-rekannya merangkul para pemuda-pemudi Hindu untuk mengadakan berbagai kegiatan kebudayaan hingga berkolaborasi dengan para pemuda lintas agama.

Sebagai anak muda yang haus akan pengalaman, Raka selalu bersemangat menyalurkan inisiatifnya dalam kegiatan keagamaan yang kolaboratif. Ia pernah mengadakan aksi penanaman 1.000 pohon di Lombok bersama anak-anak muda Muhammadiyah dan Hindu Dharma.

Baca juga: Ciptakan Generasi Tangguh Siber, Kaspersky dan PeaceGen Gelar Workshop Literasi Digital untuk Ratusan Pelajar dan Guru se-Jawa Barat

Ia pun aktif dalam aksi cinta lingkungan, seperti kegiatan penghijauan rumah-rumah ibadah, membersihkan pantai, juga membersihkan pura di kawasan Lombok Barat bersama komunitas Hindu lainnya.

Namun, di balik kontribusinya terhadap lingkungan, jauh di dalam lubuk hatinya, ia belum benar-benar merasakan kepedulian terhadap isu lingkungan dengan lebih mendalam. Baginya, kebiasaan kecil yang selalu digaungkan oleh pegiat lingkungan seperti menggunakan tumbler atau alat makan sendiri itu tidak praktis. Sebab ketika ia membeli makanan di luar, kemasannya sudah dirancang untuk memudahkan konsumen.

Meski begitu, rasa khawatirnya mulai muncul ketika melihat sampah berserakan di lingkungan sekitarnya. Rasa ingin tahu yang tinggi menuntunnya pada pertanyaan “ke mana sampah ini pergi?” yang kerapkali muncul di benaknya.

Kegelisahan ini seakan mendapat arahan ketika akhirnya Perhimpunan Pemuda Hindu menunjuk Raka sebagai perwakilan Kota Mataram pada kegiatan Capacity Building: Religious and Interfaith Engagement to Manage Environmental Risks di Bandung. Pelatihan yang diselenggarakan oleh PeaceGen ini merupakan upaya kolaboratif untuk mewujudkan lingkungan lestari yang berjalan beriringan dengan hubungan antarumat beragama yang toleran.

Sempat ada rasa bingung dalam benak Raka ketika acara baru dimulai. Ia bertanya-tanya apakah kegiatan ini akan berfokus pada keagamaan atau lingkungan. Namun, setelah mengikuti hingga sesi terakhir, ia pun menyadari bahwa agama dan lingkungan selalu berkaitan dalam segala hal. Bahkan, setelah berbagi cerita dengan teman-teman lintas agama dan daerah, wawasannya semakin terbuka terhadap perspektif agama lain dalam memandang lingkungan. 

Baca juga: Pramuka MAN 2 Banda Aceh Gelar Kegiatan Dialogue for Peace Bersama Peace Generation Aceh

“Ternyata di setiap agama memang ada ajaran tentang menjaga lingkungan. Di agama saya, Hindu, memang sudah ada ajaran tentang menjaga lingkungan, tapi saya baru tahu bahwa di Islam, Kristen, dan agama lain juga punya prinsip yang sama,”

Raka menyadari bahwa setiap daerah memiliki tantangannya masing-masing dalam menyikapi isu lingkungan, termasuk yang dihadapi oleh komunitasnya sendiri. Masalah mulai muncul ketika melihat kondisi pantai yang sering digunakan untuk melarung sisa abu kremasi. Pantai yang terletak di dekat tempat ibadah ini tidak memiliki pepohonan mangrove sebagai penyangga alami, sehingga dikhawatirkan terjadi abrasi.

Selepas mengikuti Capacity Building ini, Raka kembali ke Mataram membawa kesadaran yang tumbuh secara lebih konkret. Hal yang paling terasa dan terlihat adalah ketika ia mulai menerapkan perubahan kecil dengan membawa tumbler dan alat makan sendiri. Bahkan ia pun menyarankan penggunaan galon air isi ulang di sekretariat perhimpunannya. Tak ketinggalan, ia juga mulai mengajak teman-temannya untuk lebih sadar dan peduli akan pengelolaan sampah.

Sebagai tindak lanjut, Raka dan teman-temannya melaksanakan local training Tunas Harmoni. Hasilnya, terputuskan diskusi untuk melakukan kunjungan kehormatan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram perihal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah tidak berfungsi lagi. Bukan tanpa alasan, kini semua sampah harus dikirim ke TPA Kebon Kongok di Lombok Barat yang juga sudah penuh. Besar harapan Raka bersama Tunas Harmoni Mataram untuk bisa menyuarakan bahwa mencari lahan TPA baru bukanlah solusi akhir. Masalah sampah tidak cukup diselesaikan sampai di sana.

Baca juga: Cross-Country Learning Event JISRA: Membangun Perdamaian dan Keamanan Digital

Raka menyadari bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Tak hanya itu, diperlukan praktek nyata yang akan dipandu oleh dirinya sendiri sebagai tindak lanjut dari kampanye lingkungan. Selanjutnya, Raka ingin semakin memperkuat kerja kolaborasi lintas iman untuk menjawab isu lingkungan bersama, dimulai dari lingkup komunitas kecil hingga menyasar perubahan kebijakan yang lebih besar.

Bagikan