Gamifikasi menjadi Pencerahan Media Kreatif bagi Trainer Kemenag RI dalam Pelatihan Pencegahan Kekerasan di Sekolah


Bandung, 19 Agustus 2025 – Di tengah meningkatnya kekerasan di sekolah dan bullying, institusi pendidikan mencari metode paling efektif untuk melakukan pencegahan kekerasan. Bagi Cut Umuatiyah, seorang trainer (Widyaiswara) dan Pengembang Kurikulum dari Kemenag RI, gamifikasi menjadi sebuah pencerahan yang datang dari metode yang tak terduga.
Sebagai seorang trainer berpengalaman di Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkom) Kementerian Agama RI, Bu Cut terbiasa dengan alur pelatihan konvensional. Namun, saat menjadi observer dalam Training of Trainers (ToT) untuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang diselenggarakan PeaceGeneration Indonesia, ia menemukan sebuah pendekatan pembelajaran kreatif yang fundamental.
"Terus terang, alur pelatihan itu sebenarnya sama, kami juga melakukannya. Tapi kemasan yang menggunakan gamifikasi, menurut saya boleh kita adaptasi," ungkap Bu Cut.
Pengalaman ini membuka matanya tentang bagaimana sebuah media kreatif dapat mengubah cara seorang guru dan trainer memahami isu kompleks seperti penanganan kekerasan.
Baca juga: Kolaborasi dan Komitmen Bersama dalam Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di Provinsi Jawa Barat
Memahami Isu Bullying Lebih Dalam Melalui Pembelajaran Kreatif: Permainan
Dalam dunia pelatihan yang didominasi alat digital, Bu Cut mengaku terkesan dengan efektivitas media kreatif yang terasa "kembali ke masa lalu". Pelatihan TPPK ini secara intensif menggunakan board game dan permainan kartu untuk mensimulasikan berbagai skenario kekerasan di sekolah.
"Enak juga ya, seperti kembali ke masa lalu," ujarnya. "Peserta disajikan aktivitas dalam bentuk board game, dan tanpa disadari, itu mewakili aktivitas kita yang sesungguhnya dalam menghadapi kasus bullying."
Menurut analisisnya, pendekatan gamifikasi ini berhasil menciptakan pembelajaran kreatif yang mendalam melalui tiga pilar:
-
Joyful (Menggembirakan): Suasana pelatihan menjadi hidup, membuat topik berat seperti penanganan kekerasan lebih mudah didiskusikan tanpa rasa tertekan.
-
Mindful (Penuh Kesadaran): Permainan mendorong setiap guru dan peserta untuk berpikir kritis, membangkitkan kesadaran (awareness) terhadap peran mereka dalam ekosistem sekolah.
-
Meaningful (Bermakna): Simulasi yang relevan membuat pembelajaran sangat bermakna, sehingga konsep pencegahan kekerasan tidak lagi abstrak, melainkan praktis dan aplikatif.
"Melihat hal ini, saya sadar. Ternyata awareness kita terhadap sebuah kasus kekerasan di sekolah bisa dibangkitkan melalui board game dan kartu," tegasnya.
Baca juga: Aksi dari 162 Organisasi Kepemudaan dalam Konferensi Pemuda Indonesia untuk Gaza Palestina
Membawa Misi Kemenag RI: Solusi Inovatif untuk "Kurikulum Berbasis Cinta"
Kehadiran Bu Cut sebagai perwakilan Kemenag RI dalam pelatihan ini bukan tanpa tujuan. Ia membawa sebuah misi penting. "Kami mendapat amanah dari Pak Menteri untuk melaksanakan pelatihan terkait kebijakan baru, yaitu Kurikulum Berbasis Cinta (KBC)," jelasnya.
Tantangan terbesarnya adalah bagaimana memperkenalkan kurikulum ini kepada para guru di madrasah tanpa dianggap sebagai "beban baru". Di sinilah temuannya menjadi sangat relevan. Kemenag RI membutuhkan sebuah metode penyampaian yang menyenangkan dan efektif untuk mensosialisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam KBC, yang notabene selaras dengan semangat pencegahan kekerasan.
"Ini perlu cara-cara yang menyenangkan, agar para guru bisa merasakan kebermanfaatannya," papar Bu Cut. Gamifikasi yang ia saksikan adalah jawaban yang ia cari sebuah media kreatif yang mampu menyajikan materi KBC secara partisipatif dan mengurangi resistensi.
Rencana Aksi "ATM" dan Masa Depan Pelatihan Guru
Terinspirasi dari pengalamannya, Bu Cut merumuskan rencana aksi dengan prinsip ATM (Ambil, Tiru, dan Modifikasi). Sebagai seorang trainer ahli, ia akan mengadaptasi esensi gamifikasi ini dan mengintegrasikannya sebagai media kreatif utama dalam desain Training of Facilitator untuk Kurikulum Berbasis Cinta di lingkungan Kemenag RI.
"Misi kami adalah bagaimana nanti mengadaptasi metode ini. Kami akan berkolaborasi untuk membuat pelatihan yang bisa membangkitkan awareness pada ekosistem madrasah," katanya.
Pengalaman yang dialami Bu Cut ini menjadi bukti nyata betapa kuatnya media kreatif dan pembelajaran kreatif dalam menyentuh isu fundamental seperti pencegahan kekerasan di sekolah.
Bagi para guru, trainer, sekolah, maupun institusi yang tertarik untuk mengadopsi atau berkolaborasi dalam menerapkan metode gamifikasi dan pendekatan inovatif lainnya, PeaceGeneration Indonesia membuka pintu diskusi melalui alamat email [email protected] serta berbagai update kegiatan di media sosial Instagram dan TikTok @peacegenid.
Baca juga: Perjalanan Ibu Intan: Dedikasi Terhadap Perdamaian Melalui 12 Nilai Dasar Perdamaian
Kisah Bu Cut menjadi bukti bahwa inovasi dalam pembelajaran kreatif tidak selalu tentang teknologi canggih. Sebuah permainan papan sederhana ternyata bisa menjadi alat yang sangat kuat untuk melatih para guru dan trainer dalam isu sepenting pencegahan dan penanganan kekerasan.
Pengalaman ini berpotensi membawa gelombang perubahan positif dalam cara Kemenag RI melatih para pendidiknya untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari bullying.
Pengalaman Bu Cut dalam pelatihan tim TPPK dengan kemasan kreatif ala PeaceGen dapat disimpulkan dalam satu kata yang mewakili seluruh pengalamannya: "Amazing!"