Membedah Apakah Bully = Bercanda?

Akhir-akhir ini sedang trending sebuah video mahasiswi Universitas Gajah Mada (UGM) bernama Geneuve Arista Manurung (Tiktok @geneuve) yang mengatakan kata-kata “bercanda-berchandya” ketika diwawancara oleh Danang Giri Sadewa (Tiktok @thesadewa) mengenai sulitnya peluang menjadi mahasiswa di universitas tersebut.

Berbicara soal kata bercanda, seringkali ungkapan ini dilontarkan oleh siswa-siswi di sekolah sebayanya dengan frekuensi yang sering dan berulangkali. Bahkan, hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perundungan atau bullying di lingkungan sekolah. Hal ini menjadi suatu pertanyaan yang dapat didiskusikan bersama apakah bully sama dengan bercanda? Seberapa jauh suatu candaan dapat dikategorikan sebagai tindakan bullying? Mari kita diskusikan bersama.

Menurut penelitian Nugroho, Handoyo, dan Handayani bercanda dapat dikategorikan sebagai bentuk bullying secara verbal. Jenis-jenis bercandaan yang digunakan pembully juga beragam misalnya: intimidasi, sindiran, saling mengatai-ngatai, hingga ancaman yang semuanya cenderung negatif dan merusak individu sasaran bullying (Emilda, 2022). 

Adanya bullying secara verbal ini memperkuat jurang pemisah antara kelompok yang menganggap dirinya superior atas mereka yang dianggap inferior. Hal inilah yang menyebabkan adanya geng-gengan di sekolah.

Baca juga: Good News from Indonesia

Oleh karena itu, bercanda yang berujung pada bullying menjadi isu yang umum dan berulang terjadi di sekolah. Akibatnya perilaku tersebut dianggap sebagai hal wajar dan sering dilakukan di lingkungan sekolah. 

Bercanda juga diperkuat oleh faktor teman sebaya, di mana perilaku tersebut digunakan sebagai alat untuk membedakan satu lingkaran pertemanan dengan lingkaran atau individu yang lain. Dalam sebuah studi kasus yang dilakukan di tingkat pesantren, ditemukan setidaknya 59% siswa-siswi responden pesantren terkait mengaku pernah menerima perlakuan tersebut (Nugroho, Handoyo, dan Handayani, 2020). 

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tidak dapat dimungkiri bahwa bercanda merupakan bagian dari bullying verbal. Maka dari itu, sebagai orang dewasa, wajib bagi kita untuk mendampingi siswa-siswi khususnya anak-anak tentang bagaimana candaan tidak menjadi negatif atau menyudutkan orang lain. 

PeaceGen percaya bahwa adanya support system yang dapat memberikan ruang aman dapat membantu upaya masyarakat melawan aksi bullyingCommunity resilience atau resiliensi komunitas adalah kunci dalam menghentikan kasus bullying terhadap anak dan remaja. 

Dalam kasus geng-gengan yang sering diidentifikasikan dengan ujaran SARA, grafiti, vandalisme, hingga tawuran misalnya, seluruh elemen masyarakat bergerak dalam satu nafas yang sama. 

Tidak hanya anak-anak dan remaja secara individu saja yang didorong memahami do’s and don’ts tentang bullying, tetapi guru, orang tua, bahkan aparat keamanan setempat seperti polisi harus bahu-membahu membudayakan bercanda yang menjadi bullying verbal. Dengan gerakan komunitas yang searah ini kita dapat membudayakan resiliensi komunitas yang melindungi dan memberikan ruang aman baik anak-anak dan remaja Indonesia.

PeaceGen juga mendukung adanya support system ini dengan fokus mencegah bullying di sekolah, tercermin dalam program-program yang dijalankan PeaceGen, salah satunya Guru Masagi Abad 21. 

Baca juga: PeaceGen Represents Indonesia at HLPF (Sharing Successful Experience in Teaching Peace with Creative Media)

PeaceGen keliling ke beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan SMK se-derajat di Bandung Raya yang meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi. 

Kunjungan ini adalah bagian dari pendampingan PeaceGen untuk #GuruMasagiAbad21 dalam memahami serta mengidentifikasi bullying di sekolah dan cara mencegahnya. 

Tertarik untuk merasakan pengalaman serupa? Yuk cegah bullying bersama PeaceGen. Hubungi PeaceGen via [email protected]


Referensi

Emilda, E. (2022). Bullying di pesantren: Jenis, Bentuk, Faktor, Dan Upaya pencegahannya. Sustainable Jurnal Kajian Mutu Pendidikan, 5(2), 198–207. https://doi.org/10.32923/kjmp.v5i2.2751  

Nugroho, S., Handoyo, S., & Hendriani, W. (2020). Identifikasi Faktor penyebab perilaku bullying di pesantren: Sebuah studi kasus. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 17(2), 1–14. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2020.vol17(2).5212 

Baca juga: SHIFT: Intergenerational Collaboration to Enhance Freedom of Religion and Belief

Muliani, H. (2022, December 28). Jangan Salah! Kenali perbedaan bullying Dan Bercanda. SOA. https://soa-edu.com/jangan-salah-kenali-perbedaan-bulying-dan-bercanda/#:~:text=Orang%20yang%20menerima%20godaan%20merasa,

itu%20bisa%20dikategorikan%20sebagai%20bullying.  

Mykota, D. B., & Muhajarine, N. (2005). Community resilience impact on child and Youth Health Outcomes. Canadian Journal of School Psychology, 20(1–2), 5–20. https://doi.org/10.1177/0829573506295464 

Nugroho, S., Handoyo, S., & Hendriani, W. (2020). Identifikasi Faktor penyebab perilaku bullying di pesantren: Sebuah studi kasus. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 17(2), 1–14. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2020.vol17(2).5212

Share