Perjalanan Menjadi Agent Of Peace
Banyak cara untuk merayakan keberagaman. Bisa melalui komunitas, toleransi, bahkan dalam sebuah pelatihan.
Membuka Perspektif Baru
Pada dasarnya, manusia dilahirkan beragam. Saking beragamnya, perbedaan seringkali jadi penyulut masalah seputar suku, agama, ras, gender, dan ideologi politik. Peace Generation Indonesia, membantu kita untuk bisa bertoleransi dan berdamai dengan hal yang sering dianggap sensitif ini melalui training kepada para karyawan baru. Hari Selasa (16 Juni 2020) dan Rabu (17 Juni 2020) pekan lalu, 9 orang staff baru Peace Generation Indonesia melaksanakan training 12 Nilai Dasar Perdamaian yang difasilitasi oleh Kang Huda juga Annisa. Saat dimulai, para peserta masih terlihat malu-malu dan bingung. Materi kemudian dibuka dengan nilai pertama: menerima diri sendiri.
Baca juga: Good News from Indonesia
Masing-masing diberikan waktu untuk merenung dan bermuhasabah. Apa sebenarnya hal yang paling mengganjal dalam hidup kita selama ini? Lalu, 9 orang tersebut diminta menulis apa saja hal yang baik dari dirinya, hal yang akan dikembangkan, dan hal yang akan dilakukan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Tak terasa, hanya dalam 1 jam pertama, para peserta bisa saling mengenal dan lebih intim satu dengan lainnya tanpa membutuhkan waktu yang cukup lama. Sesi terakhir di hari pertama adalah tentang merayakan keberagaman.
Di sesi ini, peserta dikelompokkan dengan masing-masing konsentrasi isu. Setelah saling berbagi sudut pandang tentang keberagaman, di akhir pertemuan hari pertama, para peserta diminta memberikan refleksinya. Ada satu kalimat yang paling menarik dari kang Wawan, salah seorang peserta pelatihan yang juga merupakan seorang aktivis perdamaian, “Kita sering sekali meributkan hal-hal yang bukan milik kita. Misalnya, surga dan neraka. Padahal, kedua-duanya belum tentu jadi milik kita kan? Kenapa tidak kita menciptakan surga di dunia selama kita hidup?” pungkasnya diiringi decak kagum dari peserta lain yang berpikir serupa.
Revolusi Diri Dimulai Dari Memaafkan
Hari kedua pelatihan, ruangan disesaki oleh makanan yang dibawa oleh para peserta. Semuanya datang dengan wajah sumringah dan mulai saling sapa dengan hangat. Di hari ini, topik utama dari pelatihan adalah masih tentang keberagaman, namun juga memaafkan. Seperti kita tahu, memaafkan adalah dialog panjang dengan diri sendiri, yang tak jarang butuh proses sepanjang hidup. Di hari kedua ini, para peserta diminta duduk berkelompok bertiga. Mas Huda selaku trainer meminta dalam tiap kelompok ada orang yang tidak boleh berbicara, tidak boleh menyentuh dan tidak boleh melihat. Kemudian, Annisa mulai membagikan kertas berlambang Garuda yang nantinya akan diwarnai oleh masing-masing kelompok.
Seusai sesi pertama di hari kedua ini, masing-masing peserta berbagi refleksinya dan merasa bersyukur masih bisa diberikan kesempatan untuk melihat, menyentuh, dan berbicara. Selanjutnya, para peserta diberikan kesempatan untuk bermain boardgame perdamaian. Tidak seperti permainan pada umumnya, boardgame dari peacegen justru mengajarkan kita untuk saling jaga dan merubah soal persepsi menang yang pada umumnya hanya didapat oleh satu orang.
Dari boardgame ini, para peserta menyadari bahwa menang dengan kebersamaan lebih berarti, lho! Tiba di sesi akhir pertemuan, para peserta diminta untuk menceritakan pengalaman mereka tentang meminta dan memberi maaf yang dialami sehari-hari. Diantara banyak cerita, semuanya bermuara pada hal yang sama: memaafkan sejatinya akan mendamaikan dan membawa kita pada level baru dalam kehidupan. Maka hari itu, setelah disumpah ala Peace Generation, 9 orang peserta yang terlibat telah resmi menjadi agen perdamaian yang damai di hati juga damai untuk sekelilingnya.
Baca juga: SHIFT: Intergenerational Collaboration to Enhance Freedom of Religion and Belief
Penulis: Faza Rahim K. P.