AoP Gathering: Pentingnya Moderasi Agama antar Agent of Peace
AoP yang terdiri dari berbagai latar belakang dan agama berhak memeluk agama yang dianutnya dan berpandangan bahwa agama tersebut benar dan baik.
Hadirnya berbagai latar belakang dan agama ini merupakan sebuah bentuk keberagaman. Hidup dalam keberagaman artinya kita dapat menjunjung hak yang kita miliki.
Namun, disisi lain setiap pemeluk agama juga harus menghargai hak pemeluk agama lain yang juga berpandangan bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang benar dan baik.
Hal tersebut tidak lepas dari pentingnya toleransi dan saling menghargai serta cara beragama yang moderat. Keadaan ini merupakan contoh sikap menghargai keberagaman.
Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang tidak tau tentang moderasi beragama dan seberapa pentingnya untuk bangsa Indonesia.
Maka dari itu, PeaceGeneration bersama AoP dari seluruh Indonesia menyelenggarakan agenda AoP Gathering dengan tema moderasi beragama.
Kegiatan ini mengundang Kang Wawan sebagai narasumber. Ia adalah aktivis dialog lintas iman. Dipandu oleh moderator, Syaprul Alamsyah dari AoP Chapter Riau.
Baca juga: Good News from Indonesia
Apa itu Moderasi Beragama?
Moderasi beragama adalah ketika kita bisa memeluk agama dengan cara keagamaan yang moderat.
Moderasi agama sebenarnya sudah dicontohkan sejak zaman rasul, sahabat, imam mazhab, mufassir dan ulama Indonesia. Berikut contoh moderasi dari mereka:
- Di Zaman Rasulullah
Rasul menasehati Khalifah Umar pada saat memarahi orang yang membaca Quran beda pengucapannya.
- Sahabat Nabi
Ali bin Abi Thalib yang menyebut musuhnya sebagai saudara yang sedang berbeda pendapat dengannya pada saat ada pengikut yang memisahkan diri.
- Imam Madzhab
Imam Maliki dan Imam Syafi’i yang merupakan guru dan murid, tetapi banyak memiliki perbedaan dalam pandangan fikih, namun saling tetap menghormati.
- Mufassir
Mufassir selalu mengakhiri tafsir dengan kalimat “Wallahu A'lam” (hanya Allah yang tahu). Kami hanya berusaha mencari tahu.
- Ulama Indonesia
Isa Ansari (tokoh masyumi) yang mempersilahkan Pak Aidit (tokoh ketua PKI) untuk tidur di kamarnya, karena tidak kebagian kamar yang saat itu sedang ada rapat.
Moderasi beragama untuk bangsa Indonesia
Moderasi beragama di Indonesia sendiri sudah ada sejak Menteri Agama periode Pak Saifuddin Zuhri dan didaur lagi sebagai program di periodenya Pak Lukman Hakim.
Bahkan sekarang moderasi beragama menjadi program pemerintah dengan landasan UUD 1945, UU 39 tahun 1999 tentang HAM, Perpres 83 tahun 2015 tentang Kementerian Agama, Perpres 18 tahun 2020 RPJMN 2020-2024, dan PMA 18 tahun 2020 tentang Renstra Kementerian Agama 2020-2024.
Masyarakat Indonesia harus memahami pentingnya moderasi agama dengan beberapa alasan, diantaranya karena kita hidup di masyarakat yang plural, tanggung jawab untuk merawat persatuan, kerukunan dan konsensus nasional berkembangnya paham ekstrem. Hal ini termasuk ke dalam contoh sikap menghargai keberagaman.
Indikator Moderasi Beragama yang Dirumuskan Pemerintah
Moderasi beragama bukan hal absurd yang bisa diukur. Keberhasilan moderasi beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari tingginya empat indikator utama.
Berikut ini beberapa indikator yang selaras dan saling bertautan:
1. Komitmen Kebangsaan
Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi UUD 1945 dan regulasi di bawahnya.
2. Anti Kekerasan
Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal dalam mengusung perubahan yang diinginkan.
3. Toleransi
Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan mengekspresikan keyakinannya, menyampaikan pendapat, dan menghargai kesetaraan dan bersedia bekerja sama.
4. Penerimaan terhadap Tradisi
Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaan selama tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.
Kelompok yang diharapkan terlibat dalam mewujudkan moderasi agama menurut pemerintah, diantaranya ada birokrasi, dunia pendidikan, TNI/Polri, media, masyarakat sipil, partai politik, dunia bisnis, dan tentunya AoP di seluruh Indonesia.
Hadirnya kegiatan ini diharapkan dapat menjadi suatu cara untuk mewujudukan contoh sikap menghargai keberagaman.
Baca juga: SHIFT: Intergenerational Collaboration to Enhance Freedom of Religion and Belief
Penulis:
Siti Maratun Nuraeni (AoP Chapter Purwokerto)
Editor:
Hidayah Tria Ananda (AoP Chapter Makassar)