Tahun Baru, Misi Baru! Siap Bertransformasi Bersama PeaceGen? – Newsletter Edisi #29
Hafis, setelah berjuang keras akhirnya bisa terbang ke Bandung untuk mengikuti Training for Nationally Certified Trainer (TNCT). Meskipun Hafis belum tahu bagaimana dia akan bisa pulang lagi ke Aceh, karena Hafis hanya bermodal tiket sejalan Aceh – Bandung saja.
Untuk Hafis dan para Agent of Peace (AoP) lainnya, TNCT adalah satu training penting yang akan meningkatkan kapasitasnya sebagai seorang trainer pendidikan perdamaian. Di TNCT ini, para AoP dari seluruh Indonesia bukan hanya mendapat update materi dari para master trainer, tetapi juga bisa bertukar pengalaman dan praktik baik dari para AoP yang sudah malang melintang di dunia pendidikan perdamaian.
Saya begitu tersentuh dengan semangat dan daya juang Hafis serta para AoP dari beragam daerah, di antaranya Purwokerto, Palu, Lampung, Cimahi, Makassar, Riau, Jakarta, Surabaya, Tangerang, Aceh, dan Solo. Mereka datang dengan menginvestasikan waktu, energi, dan uang yang tidak sedikit.
Dari mereka juga saya mendapatkan energi baru dan optimisme tentang keberlanjutan upaya pendidikan perdamaian. Mereka AoP yang bukan hanya punya semangat menyebarkan nilai perdamaian, tetapi juga punya semangat entrepreneurial yang tinggi. Mereka memiliki kesadaran untuk berinvestasi dalam peningkatan kapasitas diri. Beberapa AoP mulai menginisiasi program dan dan proyeknya secara mandiri.
Bicara tentang semangat entrepreneurship, tahun ini adalah tahun ketiga proses transformasi PeaceGeneration dari sebuah gerakan sosial menjadi social enterprise. Upaya ini dilakukan dengan tujuan agar misi sosial seperti pendidikan perdamaian bisa berkelanjutan tanpa harus memiliki ketergantungan. Misi sosial seperti lari maraton yang memerlukan nafas panjang dan bekal yang cukup.
Kami beruntung menjadi bagian dari ekosistem para wirausaha sosial di komunitas Ashoka, yang kebetulan saya menjadi salah satu fellow di sana. Banyak fellow Ashoka yang menjadi role model dalam dunia social entrepreneurship.
Sekitar 4 tahun lalu, saya mewakili PeaceGen mendapat kesempatan untuk mentoring dalam program Ashoka Globalizer, sebuah proses pendampingan oleh para pakar dan organisasi seperti Google untuk melakukan perancangan ulang organisasi.
Pendampingan itu juga mengantarkan kami menjadi satu dari 4 wirausaha sosial di Indonesia yang masuk pada Asean Social Impact Awards, dan mempertemukan kami pada ekosistem wirausahawan sosial dan sosial investor.
Meski prosesnya tidak mudah, dan mengalami beragam tantangan, namun kami perlahan tapi pasti semakin menemukan bentuk dan arah. Di usia 15 tahun ini, kami seperti remaja yang kembali mencari jati diri. Kami mendefinisikan ulang identitas, siapa audiens utama, dan apa kekuatan utama kami.
Pergeseran dan penguatan identitas ini lalu dimplementasikan pada cara kami menampilkan diri di berbagai kanal komunikasi kami, baik di sosial media maupun website. Kami pun berupaya menggeser mindset dari project based menjadi product, service hingga IP (Intellectual Properties) based.
Baca juga: Peacetival Vol. 7 Sukses Rajut Perdamaian di Tengah Keberagaman Indonesia
Secara organisasi, kami pun melakukan banyak pembenahan. Salah satunya di tahun ini kami hampir merampungkan satu fase proses pengembangan software keuangan yang akan menguatkan sistem finance kami.
Kami pun tahun ini kembali melakukan survei indeks kepuasan karyawan untuk memastikan PeaceGen bukan hanya sebuah organisasi yang menyebarkan damai pada dunia, tetapi juga memberi kenyamanan untuk orang-orang yang bekerja di dalamnya.
Dua tahun lalu, indeks kepuasan karyawan PeaceGen sempat mencapai 70%, lalu turun saat masa pandemi, dan kini pasca masa pandemi skornya adalah 73%. Angka ini selalu menjadi refleksi dan koreksi agar organisasi terus meningkatkan pelayanan dan kenyamanan kerja bagi para awaknya. Kami percaya misi sosial yang mulia harus didukung oleh sumber daya manusia yang bahagia dan pengelolaan organisasi dengan sistem yang kuat.
Tahun 2022 berakhir, satu episode transformasi sudah dilakukan, tetapi sebetulnya perjuangan sesungguhnya baru dimulai. Terbentang jalan yang panjang dan terjal di depan sana. Namun, semua tantangan itu tak pernah membuat kami ciut. Malah sebaliknya, kami merasa tertantang dan ingin selalu membuktikan perkataan Nelson Mandela: “Everything seems impossible until it’s done!”
Simak selengkapnya laporan terbaru kami dengan klik tombol di bawah ini.
Baca juga: Kabar Baik dari Indonesia